Setiap
orang di dunia ini memiliki masa lalu, entah itu baik atau buruk dan tidak
sangka justru dari masa lalu kita dapat belajar banyak hal. Saya lahir dari
sebuah keluarga Kristen yang sederhana, banyak nilai-nilai agama yang diberikan
namun saya hanya mendapatkan itu sebagai sebuah konsep yang biasa dan saya tidak
pernah benar-benar memahami apa itu kekristenan. Kekristenan hanya sebuah lalu
saja ditambah dengan kebencian terhadap kedua orangtua.
Kebencian mulai merambat dan tumbuh sejak saya kecil terhadap kedua orang tuaku menjadikan saya lebih dekat dengan nenek dibanding dengan orang tua. Sebagai anak kecil yang sering membantah dan tidak taat, nenek saya sering mengatakan bahwa saya harus selalu taat padanya, karena ia bersusah payah untuk merawat dan menyembuhkan saya sejak saya lahir. Rupanya, orang tua saya sempat tidak menginginkan dan berusaha menggugurkan saya namun tidak berhasil sehingga saya lahir dalam kondisi kritis dan nenek sayalah yang merawat saya hingga saya bisa ada hari ini.
Kebencian mulai merambat dan tumbuh sejak saya kecil terhadap kedua orang tuaku menjadikan saya lebih dekat dengan nenek dibanding dengan orang tua. Sebagai anak kecil yang sering membantah dan tidak taat, nenek saya sering mengatakan bahwa saya harus selalu taat padanya, karena ia bersusah payah untuk merawat dan menyembuhkan saya sejak saya lahir. Rupanya, orang tua saya sempat tidak menginginkan dan berusaha menggugurkan saya namun tidak berhasil sehingga saya lahir dalam kondisi kritis dan nenek sayalah yang merawat saya hingga saya bisa ada hari ini.
Kalimat-kalimat
seperti itu seringkali dikatakan, bukan hanya dari nenek saja tetapi juga dari
beberapa rekan keluarga. Perkataan-perkataan yang menyakitkan dan kepahitan
tertanam dipikiran dan hati saya sehingga kebencian terhadap orang tua semakin
menjadi-jadi. Semua kebaikan, kasih sayang yang mereka lakukan dan berikan
tidak pernah kuanggap baik. Saya selalu mengatakan di dalam diriku bahwa mereka
tidak pernah menyayangiku bahkan sebelum saya lahir dan mereka hanya mengasihi
saudara-saudaraku dan hanya nenekku yang sayang kepadaku.
Kebencian
terhadap orang tua berjalan terus hingga 20 tahun. Selama 20 tahun saya menjadi
anak yang pendendam, mudah menyakiti orang lain, perkataan yang keluar dari
mulutku adalah perkataan-perkataan kasar dan menyakitkan. Tahun demi tahun
berlalu hingga suatu kali bagai disambar petir nenek yang paling kukasihi
meninggal. Saya sangat terpukul, bukan hanya saja saya mengasihinya, tetapi
saya menganggap hanya dialah yang mengasihi saya dan saya kehilangannya untuk
selama-lamanya.
Namun,
semuanya berubah ketika saya di tawari untuk mengajar di sebuah pusat
pengembangan anak (PPA) dan tawaran itu saya terima. Ternyata mengajar menjadi
sebuah jalan bagi saya mengenal Tuhan secara sungguh-sungguh. Saya yakin bahwa
itu waktu yang tepat Tuhan berbicara di dalam hidupku, saya yakin itu adalah
waktu di mana Tuhan mau memulihkan hatiku yang terluka. Saat saya mengajar
anak-anak, ada satu perasaan yang timbul di dalam diri bahwa kalau hidupmu
tidak benar, kamu tidak bisa berdamai dengan orang lain, apa yang mau kamu
ajarkan kepada anak-anak didikmu? Perasaan itu selalu menghantui saya dan saya
memutuskan untuk menggumulkan hal itu. saya mulai membangun hubungan dengan
Tuhan lewat doa dan pembacaan firman secara rutin. Setiap pagi saya akan berdoa
satu jam sehari. Saya juga mulai aktif mengikuti doa puasa yang diadakan oleh
persekutuan keluarga besarku. Saya dan mama adalah orang yang paling rajin
mengikuti doa puasa.
Setelah
kepergian nenek, saya sering merasa kesepian dan menjadi anak yang pendiam dan
penyendiri. Kamar menjadi tempat terbaik untuk menyendiri dan menangis. Satu
kali ketika saya ingat kepada nenekku, saya pun menangis di dalam kamar. Mamaku
mendengar tangisanku dan dia masuk ke kamar, dia duduk disebelahku dan dia
menangis bersamaku, dia menghiburku, dia juga meminta maaf kepadaku untuk semua
yang terjadi. Saya memang terhibur dan merasakan ketulusan dari setiap
kata-katanya.
Suatu
kali saat waktunya kami mengikuti doa puasa, saya dan mama bertengkar kecil dan
berselisih paham dan saya melukainya. Dia memutuskan untuk tidak pergi doa
karena dia merasa tidak ada damai sejahtera. Saya dengan perasaan bersalah
tetap ikut di dalam doa puasa. Tetapi sesungguhnya ada perasaan yang tidak enak
dan mengganjal di dalam hati lalu saya pun berdoa. Di dalam doa itu saya
menangis sekencang-kencangnya. Ada perasaan bersalah, menyesal atas semua yang
terjadi. Bukan hanya untuk masalah pada waktu itu saja, tetapi di dalam doa
puasa itu, saya seakan-akan di bawa kembali kepada masa lalu saya, saya
diingatkan akan semua dosa dan kesalahan-kesalahan saya karena sudah membenci
orang tua.
Tetapi di dalam doa itu saya merasakan ada sebuah perasaan lain, setelah saya menangis karena dosa saya, saya berdoa “Tuhan ampuni saya, saya mengasihi orangtuaku, saya sayang kepada mereka, ampuni saya” ketika saya mengatakan demikian, saya merasa seperti ada satu sentuhan yang berbeda, saya merasakan ada satu jamahan yang luar biasa, saya menangis di hadapan Tuhan dan saya merasakan bahwa Tuhan mengasihi saya, Tuhan mengampuni saya.
Tetapi di dalam doa itu saya merasakan ada sebuah perasaan lain, setelah saya menangis karena dosa saya, saya berdoa “Tuhan ampuni saya, saya mengasihi orangtuaku, saya sayang kepada mereka, ampuni saya” ketika saya mengatakan demikian, saya merasa seperti ada satu sentuhan yang berbeda, saya merasakan ada satu jamahan yang luar biasa, saya menangis di hadapan Tuhan dan saya merasakan bahwa Tuhan mengasihi saya, Tuhan mengampuni saya.
Akhirnya
saya didoakan oleh salah seorang saudara perempuan mama, mereka juga adalah
hamba Tuhan. Setelah peristiwa itu, hidup saya benar-benar diubahkan dan
digerakkan Tuhan. Saya yang dulunya pembenci, berubah menjadi orang yang suka
mengasihi, saya yang dulunya suka berkata dan berperilaku kasar, lebih
cenderung menjadi pendiam dan suka menasahati, saya yang dulunya mudah
menyakiti, sekarang menjadi orang yang suka menolong orang lain. Saya
benar-benar merasakan perubahan yang luar biasa di dalam diri saya dan saya
menyadari bahwa bukan karena kuat dan hebat saya sendiri saya dapat berubah,
namun hanya karena kasih Kristus sajalah. Saya terus diingatkan lewat firman
Tuhan di dalam
Yesaya 1:18 “sekalipun dosamu merah seperti kermizi akan
menjadi putih seperti salju, sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba,
akan menjadi putih seperti bulu domba.”
1 Yohanes 4:11 “saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah
sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.”
Semenjak
Tuhan mengubahkan saya itu, otomatis hidup saya juga berubah total. Saya yakin
bahwa itu karena belas kasihan Tuhan yang tak terhingga di dalam hidupku. Saya
semakin hari semakin mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan bagiku. Hingga
akhirnya saya menyerahkan diri untuk melayani Tuhan hingga detik ini. Doaku
biarlah seumur hidupku, saya tetap di pakai Tuhan menjadi alat di tangan-Nya. (CW)
2 comments:
Bagus 👍👍👍
Puji Tuhan. Bagus. Artikelnya sangat menyentuh
Post a Comment